KASUS PERSENGKONGKOLAN
CONTOH KASUS PERSEKONGKOLAN TENDER YANG DIUNGKAP KPPU DAN
AUDITOR
Contoh kasus berikut merupakan hasil temuan Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha (KPPU) yaitu kasus 1 dan 2 serta hasil temuan auditor yaitu
kasus 3 - 5. Kasus yang ditemukan oleh KPPU pada umumnya hanya menyangkut
persekongkolan dalam tender yang berakibat persaingan tidak sehat. Sedangkan
tiga kasus terakhir menyangkut persekongkolan tender yang berakibat kerugian
Negara/daerah.
Perbedaan titik tekan keduanya pada akibat yang ditimbulkan
dari adanya persekongkolan tender karena KPPU tidak sampai kepada penentuan
kerugian Negara seperti yang dilakukan oleh auditor. Auditor akan melakukan
audit atas pelaksanaan tender dengan tujuan apakah tender telah memperoleh
harga yang murah dengan kualitas yang dipersyaratkan.
Beberapa kasus persekongkolan tender pengadaan barang/jasa
yang dapat dijadikan ‘ibroh’ diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kasus Pengadaan Tinta Sidik Jari
Pemilu oleh KPU
Sebelum pengadaan tinta sidik jari diumumkan, Lo Kim Muk dan
Yulinda Juniarty menemui Biro Logistik KPU. Beberapa peminat (tidak memiliki
perusahaan) berusaha mencari perusahaan untuk mengikuti pelelangan. Nucke
Indrawan membeli PT TA, Lo Kim Muk meminjam PT MIM, Mus’ab Mochammad meminjam
PT YH, serta Makmur Boy & Jackson Andree W.
Kumaat meminjam PT SP (mengajukan bukan perusahaan sendiri).
Panitia pengadaan (diketuai Rusadi Kantaprawira) memutuskan 8 konsorsium lulus
prakualifikasi tetapi 2 perusahaan tidak memenuhi persyaratan yaitu PT MIM
tidak memiliki pengalaman kerja ATK dan PT TA memasukkan pengalaman perusahaan
lain. Panitia pengadaan kemudian mempersyaratkan penggunaan tinta India
(menunjuk barang tertentu agar rekanan terbatas).
Selanjutnya beberapa konsorsium menyepakati untuk
menghasilkan 1 pemenang disamping 3 pemenang yang diantisipasi menjadi
pemenang, mempertukarkan informasi mengenai harga, dan menyepakati melakukan
pengaturan harga, membagi pekerjaan diantara 5 (lima) konsorsium yaitu PT MIM,
PT MMS, PT SP, PT TA dan PT YH, dan kesepakatan untuk tetap selalu
mengikutsertakan Melina Alaydroes sampai pekerjaan selesai (PT MIM dan PT TA
seharusnya digugurkan tetapi tetap dimenangkan).
Pada tahap penentuan pemenang, Panitia mengetatkan
persyaratan memiliki angka pengenal impor untuk meluluskan 4 calon pemenang. PT
MIM ternyata tidak memiliki API dan tetap dimenangkan. Setelah pembukaan
penawaran, Panitia menyesuaikan harga dengan harga rata-rata untuk 4 pemenang
(PT MIM, PT FJ, PT WI, dan PT LPS) yang mendapat bagian di setiap zona.
PT MIM kemudian menunjuk PT MMS, PT SP, PT TA, dan PT YH
untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan tinta (sub kontraktor dan sepakat
memberikan uang tanda terima kasih ke KPU Rp400 juta. Hal ini menunjukkan
persekongkolan berupa penunjukkan rekanan tertentu sebagai pemenang meskipun
status & kompetensinya tidak memenuhi persyaratan, melakukan kesepakatan
pengaturan harga, dan membagi pekerjaan.
Hal tersebut dilarang dalam Pasal 22 UU No. 5/1999 yaitu
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.”
2. Kasus Pengadaan Alat Kesehatan
pada RSUD Bekasi
Perkara ini muncul setelah adanya laporan yang berisikan 4
hal. Pertama, Panitia Lelang mengumumkan melalui “KORAN 5”, sebuah media cetak
yang tidak berskala nasional. Kedua, berita acara aanwijzing tidak memuat input
hasil aanwijzing, dan Panitia Lelang tidak memberikan Berita Acara tersebut
kepada semua peserta lelang. Spesifikasi alkes dalam lampiran Rencana Kerja dan
Syarat-syarat (RKS) menjurus pada merek dan atau tipe tertentu.
Ketiga, harga
penawaran CV Lodaya, PT Mutiara JF, PT Ina Farma, dan PT Fondaco berbeda tipis
dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS); Keempat, adanya dugaan pengaturan dan
penetapan pemenang lelang dengan tidak memberikan Berita Acara Aanwijzing kepada
seluruh peserta, PT Fondaco tidak bersedia memberi surat dukungan kepada
peserta lain sebagai pemenuhan salah satu syarat lelang sehingga peserta
tersebut dinyatakan gugur pada tahap evaluasi teknis.
Fakta tentang persekongkolan antara lain merek alat kesehatan
telah ditentukan sejak staf marketing PT Fondaco mempromosikan ventilator merek
Hamilton Medical. Panitia tidak meminta penawaran harga alat kesehatan yang
dilelang guna memberikan kesempatan kepada distributor lain untuk turut
berkompetisi menawarkan produk yang sama, sehingga para peserta lelang tidak
mempunyai alternatif lain dalam menawarkan ventilator, selain ventilator produk
PT Fondaco.
3. Kasus Pengadaan Manual Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah pada Kabupaten X
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) merupakan
satuan kerja yang mempunyai fungsi perencanaan pembangunan bagi Pemerintah
Kabupaten X. Pada kenyataannya, BAPPEDA Kabupaten X telah melakukan pekerjaan
penyusunan Manual Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang menjadi tugas pokok
dan fungsi Bagian Keuangan.
Penyusunan Manual SAKD (anggaran Rp279 juta)
dilaksanakan secara pemilihan langsung dan tidak melalui proses lelang/tender.
Proses pemilihan langsung (dari KAP IS, KAP MS, dan KAP NS) dimenangkan oleh
KAP IS sesuai persekongkolan, dengan mengajukan penawaran harga paling rendah
dengan kontrak sebesar Rp277,75 juta. Indikasi persekongkolan lain terlihat
daribeberapa kejanggalan antara lain:
a. Dokumen administrasi, dokumen usulan biaya, dan usulan
teknis sangat mirip dan hanya berbeda pada hal-hal yang berkaitan dengan
identitas rekanan karena penawaran dilakukan seluruhnya oleh KAP IS atas
persetujuan dua KAP lain.
b. KAP MS memasukkan pengalaman pekerjaan yang tidak pernah
dilakukan.
c. Manual SAKD yang dibuat KAP IS tidak dapat dimanfaatkan
oleh Bagian Keuangan karena beberapa kebijakan tidak sesuai dengan praktek yang
telah dilakukan.
d. Usulan Biaya KAP MS dan KAP NS (dua rekanan yang kalah
dalam pelelangan) masing-masing sebesar Rp278,20 juta dan Rp278,45 juta
merupakan penawaran harga untuk lingkup yang lebih luas sehingga sebetulnya,
khusus untuk Manual SAKD, kedua KAP jauh lebih murah dibandingkan KAP IS yang
ditunjuk sebagai pememang. Harga Manual SAKD yang ditawarkan KAP MS hanya
sebesar Rp106,33 juta sehingga biaya penyusunan Manual SAKD oleh KAP IS lebih
tinggi sebesar Rp171,42 juta.
4. Kasus Pengadaan Genset dan
Pemeliharaan Kendaraan Pemadam Kebakaran
Pembelian 1 set genset 30 KVA untuk keperluan kantor Walikota
Y dari CV Oryza senilai Rp150 juta dilakukan dengan cara penunjukkan langsung,
seharusnya dengan pelelangan terbatas. Meskipun telah ada berita acara serah
terima barang yang menyatakan genset dalam keadaan baik, genset dalam keadaan
mati dan tidak didukung dengan kartu garansi dan buku manual operasional karena
genset merupakan barang bekas yang dicat ulang sehingga terlihat baru. Dengan
demikian terjadi kerugian keuangan daerah maksimal sebesar Rp150 juta.
Perbaikan Kendaraan Pemadam Kebakaran sebesar Rp149,13 juta
dilaksanakan dengan penunjukkan langsung kepada CV Satria, seharusnya dengan
pelelangan terbatas. Berdasarkan konfirmasi ternyata diketahui bahwa perbaikan
tidak dilaksanakan oleh CV Satria melainkan oleh Bengkel Joni dengan harga
seluruhnya sebesar Rp29 juta. Apabila harga tersebut ditambahkan handling cost
(PPN, keuntungan, dan lain-lain) sebesar 25% maka harga jasa perbaikan tersebut
hanya sebesar Rp36,25 juta sehingga terjadi kemahalan sebesar Rp112,87 juta.
5. Kasus Rehabilitasi Jalan secara
Swakelola
Dinas PU Kota Z melakukan kegiatan swakelola pembangunan
jalan dengan total proyek sebesar Rp1.465 juta. Pekerjaan dilakukan secara
swakelola berdasarkan permohonan Kepala Dinas PU kepada Walikota dengan alasan
sebagai berikut:
a. Waktu pelaksanaan pekerjaan sudah mendesak, atas
permintaan masyarakat, dan kondisi jalan rusak berat.
b. Pelaksanaan pekerjaan bertujuan meningkatkan kemampuan
teknis Dinas PU
c. Tersedianya alat-alat untuk mendukung pelaksanaan
pekerjaan.
Pekerjaan tersebut seharusnya tidak dilakukan secara
swakelola karena tidak sesuai dengan alasan dibolehkannya swakelola menurut
Kepres 80/2003. Di samping itu, pelaksanaan pekerjaan dengan swakelola yang
seharusnya memberikan harga yang lebih murah (karena tidak perlu dibebankannya
laba perusahaan), pada kenyataannya beberapa item pekerjaan atau harga beli
bahan lebih tinggi dari standar.
Bahkan untuk beberapa bahan, harga yang
ditetapkan jauh lebih tinggi dari harga barang yang diajukan oleh kontraktor
yang melaksanakan pekerjaan sejenis pada periode yang sama. Seluruh bahan
bangunan (aspal, batu pecah, dan pasir) dibeli dari PD Damar Mulia dan solar
yang dibeli di Depot Minyak Pembantu yang ternyata harganya juga lebih tinggi
dari harga standar. Pekerjaan lapis rekat pengikat seluas 29.000m2 menurut
analisa Kepala Dinas PU dibutuhkan aspal sebanyak 144 drum, ternyata bukti
pembelian aspal sebanyak 290 drum senilai Rp139,20 juta (Rp480.000,00 per drum)
sehingga kelebihan sebanyak 146 drum senilai Rp70,08 juta.
KASUS PASAR PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
Kasus PT Carrefour sebagai
Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999. Salah
satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau
akuisisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya
saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi.
Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk
meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take
over . pengertian acquisition atau take over
adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh
suatu perusahaan lain.
Istilah Take over sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly
take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang bersifat
“mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari
perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah
praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham
dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham
tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan.
Jika pengambilalihan dilakukan
oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS.
Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain
langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan
pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan
oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap
memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan
yang akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait
yang disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham
minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan;
masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009,
Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999,
yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan
pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan
posisi dominan.
Majelis Komisi menyebutkan
berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa
pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi
Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%.
sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi
dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut
Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada
para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga
pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi
Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat
dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak
kenaikan tersebut karena nilai penjualan
pemasok di Carrefour cukup signifikan.