Senin, 13 Juni 2016

Tugas Softskill Contoh Kasus Persengkongkolan dan Pasar Persaingan Tidak Sehat

KASUS PERSENGKONGKOLAN

CONTOH KASUS PERSEKONGKOLAN TENDER YANG DIUNGKAP KPPU DAN AUDITOR

Contoh kasus berikut merupakan hasil temuan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yaitu kasus 1 dan 2 serta hasil temuan auditor yaitu kasus 3 - 5. Kasus yang ditemukan oleh KPPU pada umumnya hanya menyangkut persekongkolan dalam tender yang berakibat persaingan tidak sehat. Sedangkan tiga kasus terakhir menyangkut persekongkolan tender yang berakibat kerugian Negara/daerah.

Perbedaan titik tekan keduanya pada akibat yang ditimbulkan dari adanya persekongkolan tender karena KPPU tidak sampai kepada penentuan kerugian Negara seperti yang dilakukan oleh auditor. Auditor akan melakukan audit atas pelaksanaan tender dengan tujuan apakah tender telah memperoleh harga yang murah dengan kualitas yang dipersyaratkan.
Beberapa kasus persekongkolan tender pengadaan barang/jasa yang dapat dijadikan ‘ibroh’ diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kasus Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu oleh KPU

Sebelum pengadaan tinta sidik jari diumumkan, Lo Kim Muk dan Yulinda Juniarty menemui Biro Logistik KPU. Beberapa peminat (tidak memiliki perusahaan) berusaha mencari perusahaan untuk mengikuti pelelangan. Nucke Indrawan membeli PT TA, Lo Kim Muk meminjam PT MIM, Mus’ab Mochammad meminjam PT YH, serta Makmur Boy & Jackson Andree W.

Kumaat meminjam PT SP (mengajukan bukan perusahaan sendiri). Panitia pengadaan (diketuai Rusadi Kantaprawira) memutuskan 8 konsorsium lulus prakualifikasi tetapi 2 perusahaan tidak memenuhi persyaratan yaitu PT MIM tidak memiliki pengalaman kerja ATK dan PT TA memasukkan pengalaman perusahaan lain. Panitia pengadaan kemudian mempersyaratkan penggunaan tinta India (menunjuk barang tertentu agar rekanan terbatas).

Selanjutnya beberapa konsorsium menyepakati untuk menghasilkan 1 pemenang disamping 3 pemenang yang diantisipasi menjadi pemenang, mempertukarkan informasi mengenai harga, dan menyepakati melakukan pengaturan harga, membagi pekerjaan diantara 5 (lima) konsorsium yaitu PT MIM, PT MMS, PT SP, PT TA dan PT YH, dan kesepakatan untuk tetap selalu mengikutsertakan Melina Alaydroes sampai pekerjaan selesai (PT MIM dan PT TA seharusnya digugurkan tetapi tetap dimenangkan).

Pada tahap penentuan pemenang, Panitia mengetatkan persyaratan memiliki angka pengenal impor untuk meluluskan 4 calon pemenang. PT MIM ternyata tidak memiliki API dan tetap dimenangkan. Setelah pembukaan penawaran, Panitia menyesuaikan harga dengan harga rata-rata untuk 4 pemenang (PT MIM, PT FJ, PT WI, dan PT LPS) yang mendapat bagian di setiap zona.
PT MIM kemudian menunjuk PT MMS, PT SP, PT TA, dan PT YH untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan tinta (sub kontraktor dan sepakat memberikan uang tanda terima kasih ke KPU Rp400 juta. Hal ini menunjukkan persekongkolan berupa penunjukkan rekanan tertentu sebagai pemenang meskipun status & kompetensinya tidak memenuhi persyaratan, melakukan kesepakatan pengaturan harga, dan membagi pekerjaan.
Hal tersebut dilarang dalam Pasal 22 UU No. 5/1999 yaitu “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

2. Kasus Pengadaan Alat Kesehatan pada RSUD Bekasi

Perkara ini muncul setelah adanya laporan yang berisikan 4 hal. Pertama, Panitia Lelang mengumumkan melalui “KORAN 5”, sebuah media cetak yang tidak berskala nasional. Kedua, berita acara aanwijzing tidak memuat input hasil aanwijzing, dan Panitia Lelang tidak memberikan Berita Acara tersebut kepada semua peserta lelang. Spesifikasi alkes dalam lampiran Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) menjurus pada merek dan atau tipe tertentu. 

Ketiga, harga penawaran CV Lodaya, PT Mutiara JF, PT Ina Farma, dan PT Fondaco berbeda tipis dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS); Keempat, adanya dugaan pengaturan dan penetapan pemenang lelang dengan tidak memberikan Berita Acara Aanwijzing kepada seluruh peserta, PT Fondaco tidak bersedia memberi surat dukungan kepada peserta lain sebagai pemenuhan salah satu syarat lelang sehingga peserta tersebut dinyatakan gugur pada tahap evaluasi teknis.

Fakta tentang persekongkolan antara lain merek alat kesehatan telah ditentukan sejak staf marketing PT Fondaco mempromosikan ventilator merek Hamilton Medical. Panitia tidak meminta penawaran harga alat kesehatan yang dilelang guna memberikan kesempatan kepada distributor lain untuk turut berkompetisi menawarkan produk yang sama, sehingga para peserta lelang tidak mempunyai alternatif lain dalam menawarkan ventilator, selain ventilator produk PT Fondaco.

3. Kasus Pengadaan Manual Sistem Akuntansi Keuangan Daerah pada Kabupaten X

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) merupakan satuan kerja yang mempunyai fungsi perencanaan pembangunan bagi Pemerintah Kabupaten X. Pada kenyataannya, BAPPEDA Kabupaten X telah melakukan pekerjaan penyusunan Manual Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang menjadi tugas pokok dan fungsi Bagian Keuangan. 

Penyusunan Manual SAKD (anggaran Rp279 juta) dilaksanakan secara pemilihan langsung dan tidak melalui proses lelang/tender. Proses pemilihan langsung (dari KAP IS, KAP MS, dan KAP NS) dimenangkan oleh KAP IS sesuai persekongkolan, dengan mengajukan penawaran harga paling rendah dengan kontrak sebesar Rp277,75 juta. Indikasi persekongkolan lain terlihat daribeberapa kejanggalan antara lain:

a. Dokumen administrasi, dokumen usulan biaya, dan usulan teknis sangat mirip dan hanya berbeda pada hal-hal yang berkaitan dengan identitas rekanan karena penawaran dilakukan seluruhnya oleh KAP IS atas persetujuan dua KAP lain.

b. KAP MS memasukkan pengalaman pekerjaan yang tidak pernah dilakukan.

c. Manual SAKD yang dibuat KAP IS tidak dapat dimanfaatkan oleh Bagian Keuangan karena beberapa kebijakan tidak sesuai dengan praktek yang telah dilakukan.

d. Usulan Biaya KAP MS dan KAP NS (dua rekanan yang kalah dalam pelelangan) masing-masing sebesar Rp278,20 juta dan Rp278,45 juta merupakan penawaran harga untuk lingkup yang lebih luas sehingga sebetulnya, khusus untuk Manual SAKD, kedua KAP jauh lebih murah dibandingkan KAP IS yang ditunjuk sebagai pememang. Harga Manual SAKD yang ditawarkan KAP MS hanya sebesar Rp106,33 juta sehingga biaya penyusunan Manual SAKD oleh KAP IS lebih tinggi sebesar Rp171,42 juta.

4. Kasus Pengadaan Genset dan Pemeliharaan Kendaraan Pemadam Kebakaran

Pembelian 1 set genset 30 KVA untuk keperluan kantor Walikota Y dari CV Oryza senilai Rp150 juta dilakukan dengan cara penunjukkan langsung, seharusnya dengan pelelangan terbatas. Meskipun telah ada berita acara serah terima barang yang menyatakan genset dalam keadaan baik, genset dalam keadaan mati dan tidak didukung dengan kartu garansi dan buku manual operasional karena genset merupakan barang bekas yang dicat ulang sehingga terlihat baru. Dengan demikian terjadi kerugian keuangan daerah maksimal sebesar Rp150 juta.

Perbaikan Kendaraan Pemadam Kebakaran sebesar Rp149,13 juta dilaksanakan dengan penunjukkan langsung kepada CV Satria, seharusnya dengan pelelangan terbatas. Berdasarkan konfirmasi ternyata diketahui bahwa perbaikan tidak dilaksanakan oleh CV Satria melainkan oleh Bengkel Joni dengan harga seluruhnya sebesar Rp29 juta. Apabila harga tersebut ditambahkan handling cost (PPN, keuntungan, dan lain-lain) sebesar 25% maka harga jasa perbaikan tersebut hanya sebesar Rp36,25 juta sehingga terjadi kemahalan sebesar Rp112,87 juta.

5. Kasus Rehabilitasi Jalan secara Swakelola

Dinas PU Kota Z melakukan kegiatan swakelola pembangunan jalan dengan total proyek sebesar Rp1.465 juta. Pekerjaan dilakukan secara swakelola berdasarkan permohonan Kepala Dinas PU kepada Walikota dengan alasan sebagai berikut:

a. Waktu pelaksanaan pekerjaan sudah mendesak, atas permintaan masyarakat, dan kondisi jalan rusak berat.

b. Pelaksanaan pekerjaan bertujuan meningkatkan kemampuan teknis Dinas PU

c. Tersedianya alat-alat untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan.

Pekerjaan tersebut seharusnya tidak dilakukan secara swakelola karena tidak sesuai dengan alasan dibolehkannya swakelola menurut Kepres 80/2003. Di samping itu, pelaksanaan pekerjaan dengan swakelola yang seharusnya memberikan harga yang lebih murah (karena tidak perlu dibebankannya laba perusahaan), pada kenyataannya beberapa item pekerjaan atau harga beli bahan lebih tinggi dari standar. 

Bahkan untuk beberapa bahan, harga yang ditetapkan jauh lebih tinggi dari harga barang yang diajukan oleh kontraktor yang melaksanakan pekerjaan sejenis pada periode yang sama. Seluruh bahan bangunan (aspal, batu pecah, dan pasir) dibeli dari PD Damar Mulia dan solar yang dibeli di Depot Minyak Pembantu yang ternyata harganya juga lebih tinggi dari harga standar. Pekerjaan lapis rekat pengikat seluas 29.000m2 menurut analisa Kepala Dinas PU dibutuhkan aspal sebanyak 144 drum, ternyata bukti pembelian aspal sebanyak 290 drum senilai Rp139,20 juta (Rp480.000,00 per drum) sehingga kelebihan sebanyak 146 drum senilai Rp70,08 juta.







KASUS PASAR PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU

Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5  Tahun 1999. Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi.

Akuisisi  biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya  dikenal dengan istilah acquisition atau take over . pengertian acquisition atau take over  adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain.

Istilah Take over  sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut.

Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.

Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan.   

Majelis Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.

Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena  nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup signifikan.