PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Nama : Adhitya Widyastuti (20214228)
Rizky Ariwibowo (29214676)
Windasari (2C214271)
Kelas :
1EB32
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014/2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang
dilakukan suatu Negara dengan Negara lain atas dasar saling percaya dan saling
menguntungkan. Perdagangan internasional tidak hanya dilakukan oleh Negara maju
saja, namun juga Negara berkembang. Perdagangan internasional ini dilakukan
melalui kegiatan ekspor impor. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar
perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu
negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Dibanyak
Negara, perdagangan internasional menjadi salah satu factor utama untuk
meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama
ribuan tahun. Dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, social, dan politik baru
dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut
mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran
perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S, bila dibandingkan dengan pelaksanaan
perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan
kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas
politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan
adanya bea, tariff, atau quota barang impor.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bonus Demografi
b. Tujuan, Dampak, dan Tingkat daya saing Indonesia terhadap AFTA
c. Tujuan, Dampak, dan Tingkat daya saing Indonesia terhadap ACFTA
d. Tujuan, Dampak, dan Tingkat daya saing Indonesia terhadap MEA
1.3 Tujuan Masalah
a. Mengetahui tentang bonus demografi dalam perekonomian Indonesia
b. Mengetahui secara jelas tentang perdagangan Internasional AFTA
c. Mengetahui secara jelas tentang perdagangan Internasional ACFTA
d. Mengetahui secara jelas tentang perdagangan Internasional MEA
BAB
II
ISI
2.1 Bonus Demografi Berpotensi Tumbuhkan
Ekonomi
Jumlah
penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang berjumlah 305,6 juta jiwa. Jumlah
ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa. Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Armida S
Alisjahbana mengatakan, meningkatnya jumlah penduduk pada tahun 2035 tersebut
menyebabkan Indonesia menjadi negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di
dunia. Meski begitu, peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi
dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun).
Menurut Armida, Indonesia telah memasuki bonus demografi (rasio ketergantungan
terhadap penduduk tak produktif) sejak tahun 2012, yakni 49,6 persen. Atas
dasar itu, penduduk Indonesia yang produktif lebih banyak daripada penduduk
yang tak produktif. Pada tahun 2010, proporsi penduduk usia produktif adalah
sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen pada
tahun 2028 sampai tahun 2031.
Meningkatnya
jumlah penduduk usia produktif menyebabkan menurunnya angka ketergantungan,
yaitu jumlah penduduk usia tidak produktif yang ditanggung oleh 100 orang
penduduk usia produktif dari 50,5 persen pada tahun 2010 menjadi 46,9 persen
pada periode 2028-2031. Tetapi angka ketergantungan ini mulai naik kembali
menjadi 47,3 persen pada tahun 2035. Armida mengatakan, kontribusi penduduk
berusia produktif ini telah terlihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia yang stabil. Fenomena ini terlihat juga di beberapa negara yang
jumlah penduduknya turut meningkat dan kondisi ekonominya sama seperti Brazil,
Rusia dan India. Bahkan di sejumlah negara lain, bonus demografi telah berkontribusi
menumbuhkan ekonomi. “Thailand, Tiongkok, Taiwan dan Korea bonus demografi di
sana berkontribusi dengan pertumbuhan ekonomi antara 10-15 persen,” kata Armida
di Jakarta, Jumat (7/2). Ia berharap, bonus demografi ini dapat dimanfaatkan
secara baik oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
Manfaat bisa dilakukan dengan adanya kesiapan
kebijakan seperti memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun
ketenagakerjaan. “Ini (bonus demografi) tidak otomatis untungkan kita, harus
ada syaratnya,” katanya. Misalnya dalam bidang pendidikan, Armida menyarankan
agar wajib belajar terus diperpanjang menjadi 12 tahun. Lalu, jumlah drop out
(DO) pelajar yang keluarganya berpenghasilan rendah harus dikurangi dan
kurikulum juga harus direvisi. “Sekolah Dasar (SD) betul-betul diubah supaya
dari kecil diajarkan cara berpikir lebih kreatif,” katanya. Dari sisi
kesehatan, lanjut Armida, juga harus dimulai nutrisi 1000 hari pertama sejak
kelahiran. Menurutnya, dalam jangka waktu tersebut masa-masa untuk perkembangan
otak. Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, bila perlu pemerintah terus
menggenjot industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri
mikro, kecil dan menengah. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
meluncurkan Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.
Dalam
kesempatan tersebut, Presiden menyatakan bahwa kependudukan merupakan topik
yang sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan manusia pada dasarnya
ditujukan kepada manusia atau people-centered development. Menurutnya,
pembangunan dilakukan pada saat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan
itu sendiri yang diukur dari human resource development atau kualitas sumber
daya manusia. Oleh karena itu, pembangunan manusia harus menjadi prioritas
dalam pembangunan. Presiden juga berharap pentingnya proyeksi penduduk sebagai
prasyarat untuk merumuskan perencanaan pembangunan di masa depan secara lebih
efektif dan efisien.
2.2 ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari
kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas
perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta
menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu
Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya
AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan
dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun
(1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat
lagi menjadi tahun 2002.Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN
Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA
melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan
kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang
terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea
masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan
Vietnam pada tahun 2015.
Produk yang dikatagorikan dalam General Exception
adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam
CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi
manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi
dan budaya. Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan
amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai
General Exception.
GAMBARAN
UMUM AFTA
1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala
Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala
negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA)
dalam jangka waktu 15 tahun.
2. Tujuan dari AFTA
·
Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif
sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
·
Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
·
Meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN
Trade).
3. Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia
Manfaat :
Peluang pasar yang semakin
besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan
tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
Biaya produksi yang semakin
rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya
membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN
lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
Pilihan konsumen atas
jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan
tingkat harga dan mutu tertentu;
Kerjasama dalam menjalankan
bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara
anggota ASEAN lainnya.
Tantangan :
Pengusaha/produsen Indonesia dituntut
terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara
profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari
negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik
maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
4. Jangka Waktu Realisasi AFTA
KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8
Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories
of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina,
Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan
tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk
dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan
pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah
100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun
2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
Tahun 2000 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam
Inclusion List (IL).
Tahun 2001 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam
Inclusion List (IL).
Tahun 2002 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif
dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
Tahun 2003 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif
dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos,
Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
Vietnam tahun 2006 (masuk
ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
Laos dan Myanmar tahun 2008
(masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
Cambodja tahun 2010 (masuk
ASEAN tanggal 30 April 1999).
5. Kriteria Suatu Produk Untuk Menikmati Konsesi CEPT
Produk terdapat dalam
Inclusion List (IL) baik di Negara tujuan maupun di negara asal, dengan
prinsip timbale balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati
preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan
ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus
terdapat dalam IL dari negara asal.
Memenuhi ketentuan asal barang
(Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN Content lebih besar atau sama
dengan 40%.
Perhitungan ASEAN Content
adalah sebagai berikut :
Produk harus disertai
Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau
Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
6. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA
Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana
ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif
produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari
2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.
CEPT Produk List
Inclusion
List (IL)
: daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
·
Produk tersebut harus disertai Tarif
Reduction Schedule.
·
Tidak boleh ada Quantitave
Restrictions (QRs).
·
Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam
waktu 5 tahun.
Temporary
Exclusion (TEL) :
daftar yang memuat cakupan produk yang sementara dibebaskan dari kewajiban
penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus
dimasukkan ke dalam IL.
Sensitive
List (SL) :
daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products.
Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh,
serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu
yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina,
Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada
tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta
Kamboja pada tahun 2017.
General
Exception (GE)
List : daftar yang memuat
cakupan produk yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam
CEPT Scheme dengan alasan
keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan,
serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata,
amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini
sebanyak 96 pos tarif.
7.
Beberapa Protocol/Article yang dapat dipakai untuk mengamankan produk
Indonesia
Protocol
Regarding the Implementation of the CEPT Scheme Temporary Exclusion List
·
Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk industri
yang telah dimasukkan ke dalam IL terakhir tahun 2000 atau Last Tranche.
Konsekuensi penarikan kembali suatu produk dari IL harus disertai dengan
kompensasi.
Article
6 (1) dari CEPT Agreement
·
Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk yang telah
dimaukkan ke dalam Skema CEPT-AFTA, karena adanya lonjakan impor dari negara
anggota ASEAN lainnya yang menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius
terhadap industri dalam negeri.
Protocol
on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products.
·
Dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan produk yang
diklasifikasikan ke dalam Highly
Sensitive (seperti beras dan gula bagi Indonesia).
|
BAGAIMANA TINGKAT DAYA SAING INDONESIA TERHADAP AFTA
Penyelenggraan AFTA bertujuan untuk meningkatkan daya
saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan
antar anggota ASEAN.
Dengan berlakunya AFTA 2015, berarti negara-negara
ASEAN menyepakati pewujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu
pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint merupakan pedoman
bagi negara-negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint
mengandung empat (4) pilar utama yaitu:
(1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang
didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja
terdidik dan aliran modal yang lebih bebas;
(2) ASEAN sebagai kawasan dengan dayasaing ekonomi tinggi, dengan
elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan
intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan
e-commerse;
(3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata
dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi
ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan
(4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan
perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan
ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi
global.
2.3 ACFTA- Free Trade Area
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan tindak
lanjut dari kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan Republik Rakyat China
mengenai Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the
Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China
(“Framework Agreement”), yang ditandatangani di Phnom Penh, pada 4 Nopember
2002.
Tujuan Framework Agreement ACFTA adalah
·
Memperkuat dan meningkatkan
kerjasama perdagangan kedua pihak;
·
Meliberalisasikan perdagangan
barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif;
·
Mencari area baru dan mengembangkan
kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak;
·
Memfasilitasi integrasi ekonomi
yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani
kesenjangan yang ada di kedua belah pihak.
Dalam Framework Agreement, para pihak menyepakati untuk memperkuat
dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui:
·
Penghapusan tarif dan hambatan
non tarif dalam perdagangan barang;
·
Liberalisasi secara progressif
barang dan jasa;
·
Membangun regim investasi yang
kompetitif dan terbuka dalam rangka ASEAN-China FTA.
Dalam ACFTA disepakati mengenai penurunan atau penghapusan tarif bea
masuk yang terbagi dalam tiga tahap yaitu:
·
Tahap I: Early harvest
programme (EHP) yakni penurunan atau penghapusan bea masuk seperti produk
pertanian, kelautan perikanan, makanan minuman dan lain-lain, yang dilakukan
secara bertahap sejak 1 Januari 2004 hingga 0 persen pada 1 Januari 2006.
·
Tahap II: Penurunan tariff
normal (Normal Track Programme) yang dikelompokan dalam 5 (lima) kelompok tarif
yang dilakukan melalui 4 tahapan dan sensitive track (Sensitive dan Highly
Sensitive) yang terdiri dari 2 jenis.
·
Tahap III: Pengaturan Surat
Keterangan Asal Barang (SKA) atau Rules of Origin (ROO) yang mengharuskan
eksportir untuk menggunakan Form E SKA agar mendapat konsesi tarif ACFTA.
Sesuai kesepakatan yang dicapai pada ASEAN-China
Summit yang diselenggarakan di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, pada 6
Nopember 2001, ACFTA sudah terbentuk dalam waktu 10 tahun. Atas dasar itulah,
ACFTA mulai berlaku per 1 Januari 2010.
Pemerintah Indonesia mengesahkan Framework Agreement
melalui Keppres No. 48 Tahun 2002 tentang Pengesahan Framework Agreement On
Comprehensive Economic Co-Operation Between The Association Of South East Asian
Nations And The People's Republic Of China (Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai
Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara Negara-Negara Anggota Asosiasi
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Dan Republik Rakyat China), pada 15 Juni 2004.
Inilah dasar hukum dari pemberlakuan ACFTA di Indonesia. Pengesahan Framework
Agreement melalui Keppres telah sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional (lihat pasal 11 jo. pasal 10 UU No. 24
Tahun 2000).
Dasar hukum:
Keputusan Presiden No. 48 Tahun 2002 tentang
Pengesahan Framework Agreement On Comprehensive Economic Co-Operation Between
The Association Of South East Asian Nations And The People's Republic Of China.
Dampak diberlakukannya ACFTA Bagi Perekonomian Indonesia
Penerapan ACFTA dikhawatirkan bakal menghancurkan
industri nasional. Sebab,tarif bea masuk barang-barang dari Cina ke ASEAN,
khususnya Indonesia menjadinol persen. Kondisi itu, akan mengancam industri
kita karena produk Cina yangterkenal murah akan menjadi saingan terberat produk
Indonesia.
Tak hanya itu. Penerapan ACFTA juga akan memicu pemutusan
hubungan kerja(PHK) massal. "Seperempat dari 30 juta tenaga kerja akan
kehilangan lapangan kerja,yaitu 7,5 juta pekerja," ujar Djimanto, ketua
Asosiasi Penguasa Indonesia.
Dampak terbesar sudah dipastikan akan mengancam industri manufaktur
dalamnegeri.
"Untuk beberapa sektor industri manufaktur
seperti garmen dan alas kaki, penerapan perdagangan bebas ini justru mengancam
keberlangsungan industri tersebut," kata Ninasapti pada diskusi
"Nasib Industri Lokal Setelah diberlukan ASEAN-China FreeTrade Agreement
(AC-FTA)" di Jakarta, Sabtu. Apalagi, katanya, industri garmen dan alas
kaki adalah sektor industri padat karyasehingga memberikan dampak besar
terhadap lapangan kerja dan kesejahteraanrakyat.
Sejak 2000, ketika bea masuk masih diberlakukan, industri baja
Indonesia terusmengalami defisit perdagangan karena kalah bersaing dengan
produk impor. Defisitini dipastikan membengkak, jika bea masuk jadi nol persen.
ACFTA mengancam pasar ponsel : Saat ini setidaknya terdapat sekitar 40
merek ponsel asal China yang beredar di
tanah air. Maraknya impor ponsel ke tanah air selain harganya yang murah, juga
dipicu pasar bebas yang menghapus bea
masuk
Serbuan Produk Cina Mengancam Ekonomi Indonesia
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (KADIN)
Indonesia, peran industri pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004
menjadi 27,9% pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun ke depan penanaman modal di
sektor industri pengolahan mengalami penurunan US$ 5 miliar yang sebagian besar
dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM (industri kecil
menegah). Jumlah IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun 2008
mencapai 16.806 dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Dari jumlah
tersebut, 85% di antaranya akan mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan
dengan produk dari Cina (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).
Serbuan produk
Cina dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha
dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi
importir atau pedagang saja. Sebagai contoh, harga tekstil dan produk tekstik
(TPT) Cina lebih murah antara 15% hingga 25%. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi
Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, selisih 5% saja sudah membuat
industri lokal kelabakan, apalagi perbedaannya besar. Hal yang sangat
memungkinkan bagi pengusaha lokal untuk bertahan hidup adalah bersikap
pragmatis, yakni dengan banting setir dari produsen tekstil menjadi importir
tekstil Cina atau setidaknya pedagang tekstil. Sederhananya, “Buat apa
memproduksi tekstil bila kalah bersaing? Lebih baik impor saja, murah dan tidak perlu repot-repot jika
diproduksi sendiri.” (Bisnis Indonesia, 9/1/2010)
Gejala inilah yang mulai tampak sejak awal tahun
2010.tidak hanya disektor tekstil, bahkan sampai di sektor jamu tradisional pun
juga mendapat ancaman. Misal, para pedagang jamu sangat senang dengan
membanjirnya produk jamu Cina secara legal yang harganya murah dan dianggap
lebih manjur dibandingkan dengan jamu lokal. Akibatnya, produsen jamu lokal
terancam gulung tikar.
Kekuatan Perekonomian Dalam Negeri Semakin Melemah Dan Tergantung
Pada Produl Asing.
Segala sesuatu terlalu bergantung pada produk asing.
Bahkan produk yang sangat sepele seperti jarum saja harus diimpor. Jika banyak
sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor- sektor vital ekonomi
dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing.
Indonesia memiliki kemampuan hebat bersaing di pasar
ASEAN dan Cina? Data menunjukkan dari BPS (badan pusat statistik) bahwa tren
pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak 2004 hingga 2008 hanya
24,95%, sedangkan tren pertumbuhan ekspor Cina ke Indonesia mencapai 35,09%.
Kalaupun ekspor Indonesia bisa digenjot, yang sangat mungkin berkembang adalah
ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan yang memiliki nilai tambah seperti
ekspor hasil industri. Pola ini malah sangat digemari oleh Cina yang memang
sedang “haus” bahan mentah dan sumber energi untuk menggerakkan ekonominya.
ASEAN – China Free Treed Agreement merupakan salah
satu persetujuan multirateral yang disepakati dalam era global diamana bea
masuk barang dari luar negeri menjadi nol. Ini menunjukan kemudian bahwa yang
disaingkan bukan hanya aspek perdagangnnya tapi juga adalah terutama aspek
prodeksinya. Negara dengan aspek pengelolaan indrustri yang kurang baik dapat
dipastikan akan kalah sebelum perang.
Dengan diberlakukan ACFTA diprediksikan akan banyak
indrustri yang gulung tikar selama dan dengan sendirinya akan meningkatkan
jumlah pengangguran di Indonesia. Indrustri di Indonesia dianggap belum siap
bersaing dengan produk-produk China, antara lain: indrustri permesinan, sector
perkebunan dan pertanian, industry makan dan minuman, indrustri petrokimia,
industry tekstil dan produk tekstil, indrustri alas kaki, indrusri elektronik
dan peralatan listrik, indrustri besi baja, indrustri baja, indrustri pelastik
dana jasa permesinan.
Implementasi dari ACFTA tentunya akan memberikan
dampak terhadap dinamika lingkungan strategis bangsa Indonesia, tidak hanya
pada bidang ekonomi , tetapi juga pada bidang bidang lainnya seperti, sosial,
budaya, politik, pertahnan dan keamanan. Samapi sejauh ini masih terdapat
beberapa permasalahan internal yang menyebabkan posisi tawar Indonesia tidak
menguntungkan dalam kerja sama ACFTA tersebut, baik dilihat dari sekala
regional apalagi global.
Secara geopolitik dan geostrategic Indonesia terletak
ditengan-tengah kawasan yang strategis dan dinamis di Asia Timur, serta berada
dilingkup ketahan regional ASEAN yang menjadi sentra perekonomian Negara-negara
berkembang yang perekonomiannya hidup seperti China, India Negara-negara
Amerika Latin dan Rusia serta Eropa Tengah dan sejumlah Negara Asia. Disamping
pertimbangan geopolitik dan geostrategic tersebut, Indonesia juga memiliki sumber
daya alam yang besar dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia dan menerapkan
Negara yang berdemokrasi terbesar didunia.
Secara umum, Indonesia seharusnya mampu menjadi
dribving force bagi Negara Negara ASEAN dan the next power di Asia. Realitasnya
Indonesia Negara yang terluas dikawasan dengan kekayaan alam yang melimpah dan
jumlah penduduk 237,5 juta jiwa terbesar ke4 didunia. Selain itu Indonesia
memiliki PDB 510,8 juta dolar AS. Terkait dengan kondisi perekonomian, kondisi
ekonomi makro Indonesia telah mulai membaik yang di tandai dengan semakin
meningkatnya laju pertumbuhan ekonominasional, menurunnya laju inflasi dan
peningkatansektorindrustri pengelolahan nonmigas.
Terkait dengan AFCTA, secara bilateral Indonesia
mempunyai beberapa kepentingan kerjasama dengan China, yaitu selain sebagai
mitra kerja sama bilateral juga merupaka pijakan Indonesia dalam memosisikan
diri di kawasan ASIA. Bagi China,
Indonesia merupakan [pangsa pasar besar dimana hampir sepertiga penduduk ASEAN
berada si Indonesia.
Sampai sejauh ini, investasi asing ke Indonesia belum
secara konforensif mempertimbangkan aspek strstegis geografis secara
menyeluruh. Sehingga banyak investasi yang tertanam dipulau Jawa dan
mengabaikan wilayah lain, khususnya wilayah Indonesia bagian timur. Dampakmnya
terjadi kesenjangan kesejahteraan dan terjadi urbanisasi yang besar ke pulau
Jawa.
Indonesia memiliki berbagai sumber kekayaan alam yang
melimpah dan belum sepenuhnya terolah. Hal itu antara lain dikarenakan minimnya
teknologi dan sumber daya yang ada. Minimnya teknologi tersebut juga mnejadi
penyebabterjadinya eksplotasi kekayaan alam Indonesia oleh pihak asing. Dengan
adanya kerja sama bilateral khuiususnya dengan China akan terjadi simbiose mutualisme
yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk alih teknologi dimasa datang.
Kondisi ekonomi dalam negeri yang belum sepenuhnya
pulih dari krisis bisa jadi masalah dalam peningkatan kerja sama hubungan antara
Indonesia dengan china. Produsen domestic yang lemah akan terkena dampak besar
dari masuknya produk-produk China dalam jumlah besar dengan harga yang murah.
Denga kondisi perekonomian kita yang high cost economy, mayoritas produsen
domestic akan kalah bersaing.
Sektor pertanian dan energy merupakan salah satu
keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya untuk
menciptakakn ketahahnan disektor tersebut sehingga dapat berdaya saing dalam
kerja sama Indonesia dan china yang dikemas dalam ACFTA.
Daya Saing Ekonomi Indonesia Menghadapi Perdagangan Bebas – ACFTA
Daya saing adalah kemampuan suatu negara untuk
mencapai pertumbuhan PDB per kapita yang tinggi terus-menerus (World Economic
Forum, Global Competitiveness Report, 1996). Daya saing nasional merupakan
kemampuan suatu negara menciptakan, memproduksi dan/atau melayani produk dalam
perdagangan internasional, sementara dalam saat yang sama tetap dapat
memperoleh imbalan yang meningkat pada sumber dayanya (Scott, B. R. and Lodge,
G. C., “US Competitiveness in the World Economy”, 1985). Daya saing harus
dilihat sebagai suatu cara dasar untuk meningkatkan standar hidup, menyediakan
kesempatan kerja bagi yang menganggur dan menurunkan kemiskinan.
Competitiveness Advisory Group, (Ciampi Group): “Enhancing European
Competitiveness”. Second report to the President of the Commission, the Prime
Ministers and the Heads of State, December 1995.
Daya saing menyangkut arti elemen produktivitas,
efisiensi dan profitabilitas. Tetapi daya saing bukan suatu akhir atau sasaran,
melainkan suatu cara untuk mencapai peningkatan standar hidup dan meningkatkan
kesejahteraan sosial. – suatu alat untuk mencapai sasaran. Secara global,
dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam konteks spesialisasi internasional,
daya saing memberikan basis bagi peningkatan penghasilan masyarakat secara
“non-inflasioner.” Competitiveness Advisory Group, (Ciampi Group) : “Enhancing
European Competitiveness”. First report to the President of the Commission, the
Prime Ministers and the Heads of State, June 1995.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa daya saing adalah kemampuan dalam menciptakan cara
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan mencapai pertumbuhan PDB per kapita
yang tinggi serta unggul dalam produktifitas, efisiensi, dan profitabilitas
yang secara global mengacu pada konteks spesialisasi internasional.
2.3 MEA-
Masyarakat Ekonomi ASEAN
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian
adanya system perdagaangan bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan
sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC).Pada KTT di Kuala
Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN
menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan
ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi
(ASEAN Vision 2020).
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin
ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari
integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan
Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas
ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun
Komunitas ASEAN pada tahun 2020.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang
diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat
untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target yang jelas dan
jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para
Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan
Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN
Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan
Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk
mempercepat pembentukan Komunitas
Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan
perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran
modal yang lebih bebas.
Karakteristik Dan Unsur Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan
akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada
konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan
memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas
waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus
bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar,
inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan
multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan
komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN
sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan
kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan
baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di
sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil
dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal
untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN,
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap
Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam melalui Initiative for ASEAN
Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
·
Pengembangan sumber daya
manusia dan peningkatan kapasitas;
·
Pengakuan kualifikasi
profesional;
·
Konsultasi lebih dekat pada
kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
·
Langkah-langkah pembiayaan
perdagangan;
·
Meningkatkan infrastruktur
·
Pengembangan transaksi
elektronik melalui e-ASEAN;
·
Mengintegrasikan industri di
seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
·
Meningkatkan keterlibatan
sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
·
Pentingnya perdagangan
eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan
untuk tetap melihat ke depan,
Karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
·
Pasar dan basis produksi
tunggal,
·
Kawasan ekonomi yang
kompetitif,
·
Wilayah pembangunan ekonomi
yang merata
·
Daerah terintegrasi penuh dalam
ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan
Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan
harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur serta
pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para pemangku
kepentingan yang relevan.
TUJUAN MEA
Menurut situs Bank Indonesia, implemetasi Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) akan diberlakukan pada tahun 2015. Tujuan yang ingin
dicapai MEA adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih,
serta aliran investasi yang lebih bebas.
Dalam penerapannya pada tahun 2015, MEA akan
menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus
bebas tenaga kerja terampil) untuk perawatan kesehatan (health care), turisme
(tourism), jasa logistik (logistic services), e-ASEAN, jasa angkutan udara (air
travel transport), produk berbasis agro (agrobased products), barang-barang
elektronik (electronics), perikanan (fisheries), produk berbasis karet (rubber
based products), tekstil dan pakaian (textiles and apparels), otomotif
(automotive), dan produk berbasis kayu (wood based products).
MEA akan menjadikan ASEAN seperti sebuah negara besar.
Penduduk di kawasan ASEAN akan mempunyai kebebasan untuk melanglangbuana masuk
ke suatu negara dan keluar dari suatu negara di kawasan ASEAN tanpa hambatan
berarti. Penduduk mempunyai kebebasan dan kemudahan untuk memilih lokasi
pekerjaan yang dianggap memberikan kepuasan bagi dirinya.
Perusahaan mempunyai kebebasan untuk memilih lokasi
pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN. Peluang Indonesia
untuk bersaing dalam MEA 2015 cukup besar. Hal ini didukung oleh peringkat
Indonesia pada ranking 16 dunia untuk besarnya skala ekonomi dengan 108 juta
penduduk sebagai kelompok menengah yang sedang tumbuh sehingga berpotensi
sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk), perbaikan
peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya
Indonesia sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD
World Investment Report.
Dukungan untuk menjadikan Indonesia mampu bersaing
dalam MEA 2015 dan rangkaian program dan kegiatan pembangunan yang dijalankan
selama ini menjadi kurang bermakna apabila pemerintah tidak memahami vicious
circle (lingkaran setan) yang menjadi kendala pembangunan nasional. Salah satu
kendala tersebut adalah kendala pembangunan infrastruktur.
Pemerintah belum berhasil dalam pembangunan
infrastuktur seperti pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal yang
terintegrasi dan infrastruktur transportasi umumnya untuk keseluruhan wilayah
Indonesia. Kegagalan pembangunan infrastuktur tersebut berdampak pada high cost
economy dan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri. Artinya, pada
MEA 2015 nanti Indonesia hanya menjadi surga bagi produk asing tetapi tidak
mampu bersaing dengan negara ASEAN lain dalam meraih investasi asing langsung
karena lemahnya daya saing daerah akibat terkendalanya pembangunan
infrastruktur..
Kendala pembangunan infrastruktur disebabkan antara lain
oleh faktor korupsi yang relatif tinggi hingga 40% yang terjadi di birokrasi,
kendala pembebasan lahan, infrastruktur, pendanaan dan biaya logistik.
Rata-rata biaya logistik di Indonesia 17% dari total biaya produksi, sedangkan
Singapura hanya 6% dan Malaysia 8%.
Sebenarnya untuk kendala pembebasan lahan, pemerintah
sudah mengatasinya dengan munculnya UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dimana yang dimaksud dengan
tanah untuk kepentingan umum di antaranya adalah tanah yang dimanfaatkan untuk
jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api, pelabuhan dan bandar udara. Namun hingga
sekarang, UU tersebut belum cukup ampuh untuk penyediaan tanah bagi pembangunan
infrastruktur. Kendala lainnya adalah rendahnya kemampuan pemerintah dalam
mengalokasikan anggaran belanja termasuk belanja modal.
Berbagai kendala dalam pembangunan infrastruktur akan
menghambat Indonesia dalam mendorong daya saing daerah ataupun daya saing
produk agar mampu bersaing dalam MEA 2015. Oleh karena itu, melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI), pemerintah
Indonesia akan mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur berdasarkan
3 pilar utama, yaitu strategi peningkatan potensi wilayah melalui pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan di dalam koridor ekonomi, strategi memperkuat
konektivitas nasional, serta strategi meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia dan IPTEK. Dengan demikian, MP3EI diharapkan dapat menjadi salah satu
media peningkatan daya saing daerah, daya saing produk, dan aliran investasi
asing langsung ketika Indonesia memasuki
MEA 2015. (*)
DAMPAK POSITIF MEA
Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015,dimana dengan tujuan yang baik diharapkan dapat membawa perubahan yang
lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi di
indonesia. Dengan adanya Asean Economic Community,Indonesia berharap dapat
menstabilakan pereknomian negaranya menjadi lebih baik.
Salah satu contohnya yaitu dengan adanya pasar bebas
barang indonesia dapat memperluas jangkauan ekspor dan impor tanpa ada biaya
dan penahanan barang terlalu lama di bea
cukai. Dampak Positif lainnya yaitu para tenaga kerja indonesia dapat bekerja
di negara anggota ASEAN dengan bebas dan sesuai dengan ketrampilan yang
dimilikinya.
Para investor dapat memperluas ruang investasinya tanpa ada
batasan ruang antar negara anggota ASEAN. Para pengusaha akan semakin kreatif
karena persaingan yang ketat,para tenaga kerja akan semakin meningkatakan
tingkat profesionalitas dan bakat yang dimilikinya.
Para penanam modal dari
indonesia semakin jeli dalam memilih,dan
banyak hal positif lainnya yang dapat di nikmati indonesia atas adanya
Asean Economic Community 2015 mendatang. Kita bangsa Indonesia akan mampu
mengahadapi berbagai macam tantangan dalam menyambut datangnya era Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015.
Apabila kita mepunyai daya saing yang kuat,persiapan yang
matang, produk-produk dalam negeri akan
menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan kita mampu memanfaatkan kehadiran MEA
2015 untuk menikmati dampak positif bagi
kepentingan bersama dan untuk kemakmuran rakyat indonesia.
DAMPAK NEGATIF MEA
Dengan bebas masuknya tenaga kerja antar Negara
menyebabkan persaingan akan kualitas, dan kompetensi sangat di butuhkan bagi
SDM Indonesia. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa.
Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki
kompetensi kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih
luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA. Dengan demikian, kita
harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di
kawasan ASEAN.
Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada
penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif. Pemenuhan
SDM yang berkualitas dan unggul, karena menguasai iptek, akan berpengaruh
terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran di atas bisa
dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan
dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi
struktur ekonomi secara lebih cepat.
Menyambut MEA ini amat tepat bila pemerintah
diharuskan untuk segera mempersiapkan langkah dan strategis menghadapi ancaman
dampak negatif dari MEA dengan menyusun dan menata kembali kebijakan-kebijakan
nasional yang diarahkan agar dapat lebih mendorong dan meningkatkan daya saing
sumber daya manusia dan industri sehingga kualitas sumber daya manusia baik
dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun profesional meningkat.
Pemerintah diharapkan pula untuk menyediakan
kelembagaan dan permodalaan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai
skala, menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya
tinggi, para pembimbing juga diharapkan agar kiranya tetap punya semagat yang
tinggi akan membimbing para muridnya agar mampu menciptakan manusia-manusia
yang siap bersaing dengan manusia dari Negara lain dalam hal ini kompetensi
bersaing dalam aspek ketenaga kerjaan.
Selain itu, mahasiswa Indonesia diminta siap bersaing
ketat dalam menghadapi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community
2015, agar tak tertinggal dengan negara ASEAN lainnya yang siap menghadapi era
perdagangan bebas. Mahasiswa bisa diharapkan mengkampanyekan identitas
nusantara dengan potensi unit-unit seni budaya yang ada. Masyarakat bersama
harus berpikir dan masing-masing meningkatkan kualitas diri dalam upaya
membangun bangsa. Membuat Indonesia dengan SDM unggul, dan mempunyai ketahanan
pangan nasional dan perlindungan sosial.
BAGAIMANA TINGKAT DAYA SALING INDONESIA TERHADAP MEA
Sejarah aktivitas ekonomi dunia mulai tergambarkan
sejak meletusnya revolusi industri di Inggris antara tahun 1750-1850 Masehi.
Revolusi Industri identik dengan nama James Watt sebagai salah satu tokoh inti
dari revolusi ini. Kemudian revolusi ini menyebar ke Eropa barat, Amerika
Utara, Jepang sampai keseluruh dunia termasuk Indonesia. Sebelum era Industri,
aktivitas ekonomi masyarakat dunia masih sangat bergantung pada produk-produk
pertanian yang diolah oleh tenaga manusia.
165 tahun setelah revolusi industri lahir di Inggris,
dunia masuk ke dalam era aktivitas ekonomi yang sangat jauh berbeda, bahkan
dunia sedang beranjak ke dalam era ekonomi yang benar-benar baru. Disadari
ataupun tidak, Indonesia kini masih berada di dalam abad informasi. Lihat saja
tren yang sedang menjamur saat ini. Toko online di mana-mana, ramainya media
sosial (Facebook, Twitter, LINE, Instagram, PATH, dll), juga fasilitas wifi di
mana-mana. Sedikit banyak cara baru aktivitas ekonomi semacam ini telah
membantu Indonesia berdiri kembali setelah dilanda krisis global di tahun 2008.
Krisis ekonomi yang berawal di Amerika Serikat pada 2007 telah menyebarkan
dampaknya keseluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Hal ini ditandai
dengan perekonomian Indonesia yang masih berada diangka 6,1% di 2008.
Perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan
sinyal akan pentingnya peningkatan kemandirian dan daya saing sebuah negara di
dunia internasional, apalagi Indonesia akan dihadapkan dengan implementasi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang pelaksanaannya akan dimulai pada 31
Desember 2015.
Pemberlakuan MEA dapat dimaknai sebagai harapan akan
prospek dan peluang bagi kerjasama ekonomi antar kawasan dalam skala yang lebih
luas, melalui integrasi ekonomi regional kawasan Asia Tenggara, yang ditandai
dengan terjadinya arus bebas (free flow): barang, jasa, investasi, tenaga
kerja, dan modal. Ini juga akan menjadikan kawasan ASEAN yang lebih dinamis dan
kompetitif.
Dengan hadirnya MEA, Indonesia sejatinya memiliki
peluang untuk memanfaatkan keunggulan dengan meningkatkan skala ekonomi
aggregate, sebagai dasar untuk memperoleh keuntungan, dengan menjadikannya
sebagai sebuah momentum untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Bagi Indonesia, MEA
akan menjadi peluang karena hambatan
perdagangan akan cenderung berkurang bahkan perdagangan antar negara ASEAN
menjadi bebas tanpa hambatan. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan
ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia.
Namun sebaliknya, pemberlakuan MEA 2015 akan dapat
menjadikan kita sebagai konsumer, yang ditandai dengan hanya menjadi pasar
impor. Apabila tanpa persiapan yang matang dalam meningkatkan produktivitas,
efesiensi, dan daya saing. Apalagi saat ini Indonesia adalah pengimpor pangan
yang sangat besar. Jika tidak mampu meningkatkan produksi pangannya secara
mandiri, Indonesia akan terus mengalami defisit neraca perdagangan yang
berdampak pada melemahnya nilai Rupiah.
Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing
tinggi dan daya saing tinggi berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Untuk bisa menjadi negara dengan daya saing tinggi harus ada beberapa
yang harus terpenuhi diantaranya meliputi infrastruktur, kualitas birokrasi,
stabilitas ekonomi makro, serta pendidikan,[3] yang kesemuanya bermuara pada
upaya meningkatkan daya saing ekonomi.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling
agresif dalam menjalin kesepakatan perdagangan bebas baik di tingkat global,
regional maupun bilateral. Untuk kawasan ASEAN, telah dimulai dari liberalisasi
perdagangan di kawasan ini yakni dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun
1992. Tahun 1995, Indonesia bergabung dengan WTO yang kemudian mendorong
Indonesia mengalami penurunan tarif impor secara persisten. Setelah krisis,
kerjasama ekonomi dan perdagangan secara bilateral dan multilateral juga terus
bergulir seperti dengan Jepang tahun 2008 dalam payung Japan-Indonesia Economic
Partnership Agreement (JIEPA). Indonesia juga turut meratifikasi kerjasama
negara-negara ASEAN dengan Australia-New Zealand melalui ASEAN-Australia New
Zealand Free Trade Area (AANZFTA) di tahun 2009, dan selanjutnya juga ikut
meratifikasi kesepakatan perdagangan negara-negara ASEAN dengan China melalui
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang diimplementasikan pada 2010 lalu.
Berbagai kesepakatan perdagangan bebas tersebut telah mengakibatkan rata-rata
tarif impor Indonesia menjadi sangat. Tarif bea masuk Indonesia bahkan lebih
rendah jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain seperti Brazil,
China, India dan Rusia. MEA ditetapkan sebagai prioritas utama dan menjadi
kebijakan populis yang melibatkan berbagai institusi pemerintah dan kalangan
pengusaha. Pemerintah bahkan menyediakan dana besar untuk mendukung
kegiatan-kegiatan terkait persiapan menghadapi MEA. Salah satu strategi yang
dilakukan oleh Thailand di sektor peternakan adalah peningkatan kualitas
manajemen budidaya ternak dan melakukan ekspansi investasi ke negara tetangga seperti
Myanmar. Pemerintah Thailand mengupayakan pengelolaan peternakan dan pengolahan
daging sapi dengan berorientasi pada kebutuhan dan selera pasar.
3.2 Opini
Saya memandang bahwa dalam menghadapi MEA 2015, kita
tidak bisa terus mengandalkan hasil-hasil dari SDA. Selain karena jumlahnya
yang semakin terbatas, juga dikarenakan ketidakmampuan kita untuk mengolahnya
dengan maksimal sebelum dapat diekspor ke pasar internasional. Industri
manufaktur kita pun harus mulai diseriusi dan diperhatikan oleh pemerintah.
Industri manufaktur akan mendorong pemanfaatan bahan mentah kita. Dalam ACFTA
komposisi ekspor Indonesia ke China pun didominasi oleh barang mentah.
Sementara China telah mendapatkan manfaat besar dengan menjadikan Indonesia
sebagai sumber bahan baku bagi industrinya. Di sisi impor, ACFTA juga telah
memperlemah daya saing industri domestik dan memperkuat daya saing industri
China. Membanjirnya produk-produk impor dari China dengan harga yang lebih
kompetitif dibandingkan dengan produk-produk domestik membuat daya saing
industri nasional semakin lemah. Dengan fakta-fakta di atas, semakin jelas
bahwa Indonesia perlu melakukan evaluasi dan koreksi atas berbagai kesepakatan
kerjasama liberalisasi ekonomi. Telah banyak bukti pengalaman pahit yang
dialami Indonesia dari berbagai kesepakatan perdagangan bebas akibat absennya
strategi.
Dari pengalaman berbagai liberalisasi ekonomi
sebelumnya, terbukti bahwa Indonesia selalu memperoleh manfaat yang minimal dan
mendapatkan resiko kerugian ekonomi yang lebih besar. Oleh karena itu, dalam
menghadapi pelaksanaan MEA 2015 yang sudah sangat dekat ini Indonesia harus
segera menyiapkan strategi agar kesepakatan MEA tersebut menguntungkan secara
nasional. Strategi yang disusun haruslah melibatkan berbagai pemangku kepentingan
baik pengusaha maupun masyarakat secara umum. Sosialisasi yang diperlukan bukan
lagi terbatas pada masalah apa itu MEA, akan tetapi sudah harus mencakup
strategi bersama bagaimana memenangkan persaingan dalam berbagai aspek di
kawasan ASEAN
DAFTAR
PUSTAKA
http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/08/Pengertian-karakteristik-masyarakat-ekonomi-asean.html